Makalah
MANAJEMEN WAKTU DALAM ISLAM
Disusun oleh:
Hasnun Jauhari Ritonga
NIP. 150 378 717
FAKULTAS DAKWAH
ISNTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Pendahuluan
Manajemen modern yang berasal dari Barat cenderung mengasingkan manusia dari manusia di sekitarnya. Manajemen Barat juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya sebagai manusia sosial. Manajemen modern ala Barat menghasilkan manusia-manusia yang bekerja sampai larut malam tanpa ada lagi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga atau melaksanakan kehidupan sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
Dalam Islam, manajemen dipandang sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang bagus demi kesejahteraan bersama.
Beberapa Landasan
Ada empat landasan untuk mengembangkan manajemen menurut pandangan Islam, yaitu kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapatkan hasil yang maksimal.
Yang paling penting dalam manajemen berdasarkan pandangan Islam adalah harus ada sifat ri'ayah atau jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Islam merupakan faktor utama dalam konsep manajemen.
Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan tak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tak merugikan perusahaan. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah mengurangi atau tak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja melebihi ketentuan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi bawahannya. Dan ini sangat ditentang oleh Islam. Seyogianya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Islam juga menekankan pentingnya unsur kejujuran dan kepercayaan dalam manajemen. Nabi Muhammad saww adalah seorang yang sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan Nabi Muhammad saww menempatkan manusia sebagai postulatnya atau sebagai fokusnya, bukan hanya sebagai faktor produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad saww mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya. Manajemen Islam pun tak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi).
Ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saww. Pertama, 'tauhid' yang berarti memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.
Kedua, 'adil', artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan ''akad saling setuju'' dengan sistem profit and lost sharing.
Pilar ketiga adalah 'kehendak bebas.' Manajemen Islam mempersilakan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.
Dan keempat adalah 'pertanggungjawaban.' Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara pimpinan dengan bawahan.
Ciri Manajemen Islami
Ciri manajemen Islami adalah amanah. Jabatan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Seorang manajer harus memberikan hak-hak orang lain, baik mitra bisnisnya ataupun karyawannya. Pimpinan harus memberikan hak untuk beristirahat dan hak untuk berkumpul dengan keluarganya kepada bawahannya. Ini merupakan nilai-nilai yang diajarkan manajemen Islam.
Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen ala Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Bukankah memberikan senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam. Namun, kelembutan tersebut tak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakkan aturan harus konsisten dan tak pilih kasih.
Untuk aspek keadilannya, Islam menekankan pentingnya reward control dalam suatu hubungan kerja. Islam mengajarkan kita harus bersyukur kepada manusia sebelum bersyukur kepada Allah. Artinya, seorang karyawan yang berprestasi tinggi mendapat penghargaan khusus. Bentuk penghargaan bukan hanya berupa materi, tapi juga berupa perhatian. Berapa di antara manajer yang ada di Indonesia yang mengetahui tanggal lahir karyawannya terdekatnya?
Selain itu, setiap pekerjaan harus dilandasi dengan niat yang baik. Karena, niat baik akan menuntun kita melakukan pekerjaan dengan baik untuk hasil yang baik pula. Islam mengajarkan sesuatu harus diawali dengan niat baik.
Tuntunan Islam Mengenai Pengaturan Waktu
Dalam ajaran Islam, disampaikan bahwa ciri-ciri seorang Muslim yang diharapkan adalah pribadi yang menghargai waktu. Seorang Muslim tidak patut menunggu dimotivasi oleh orang lain untuk mengelola waktunya, sebab sudah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Ajaran Islam menganggap pemahaman terhadap hakikat menghargai waktu sebagai salah satu indikasi keimanan dan bukti ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Furqan/25 ayat 62 yang berbunyi Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Syiar Islam menempatkan ibadah ritual pada bagian-bagian waktu dalam sehari dari siang hingga malam dan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Sholat lima waktu diwajibkan dari memulai hingga mengakhiri aktivitas dalam sehari, dan waktu-waktunya selaras dengan perjalanan hari. Dalam syariat Islam dinyatakan, bahwa malaikat Jibril diutus oleh Allah untuk menetapkan waktu-waktu awal dan akhir pelaksanaan sholat lima waktu, agar menjadi panduan dan sistem yang baku dan cermat dalam menata kehidupan islami. Di samping itu, juga berfungsi untuk mengukur detik-detik sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Menurut Yusuf Qardhawi, mengapa begitu pentingnya umat Islam mempelajari manajemen waktu, adalah karena hal-hal sebagai berikut:
Pertama, ajaran Islam begitu besar perhatiannya terhadap waktu, baik yang diamanatkan dalam Al Qur’an maupun As Sunnah;
Kedua, dalam sejarah orang-orang Muslim generasi pertama, terungkap, bahwa mereka sangat memperhatikan waktu dibandingkan generasi berikutnya, sehingga mereka mampu menghasilkan sejumlah ilmu yang bermanfaat dan sebuah peradaban yang mengakar kokoh dengan panji yang menjulang tinggi;
Ketiga, kondisi real, kaum Muslimin, belakangan ini justru berbalikan dengan generasi pertama dahulu, yakni cenderung lebih senang membuang-buang waktu, sehingga kita tidak mampu berbuat banyak dalam menyejahterakan dunia sebagaimana mestinya, dan tidak pula berbuat untuk akhirat sebagaimana harusnya, dan yang terjadi adalah sebaliknya, kita meracuni kehidupan dunia dan akhirat sehingga tidak memperoleh kebaikan dari keduanya.
Jika kita sadar bahwa pentingya manajemen waktu, maka tentu kita akan berbuat untuk dunia ini seolah-olah akan hidup abadi, dan berbuat untuk akhirat seolah-olah akan mati esok hari, dan tentunya doa ini akan menjadi semboyan dalam hidup kita: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan perliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Al-Baqarah/2:201).
Di samping itu perlu kita sadari, bahwa Allah SWT telah bersumpah dengan menggunakan waktu untuk menegaskan pentingnya waktu dan keagungan nilainya, seperti yang tersurat dan tersirat dalam Al Qur’an Surah Al-Lail/92:1-2, Al-Fajr/89:1-2, Adh-Dhuha/93:1-2, dan Al-‘Ashr/103:1-2. Oleh karena itu, harus kita sadari betapa pentingnya mempelajari manajemen waktu bagi seorang Muslim. Namun sebelum kita mempelajari manajemen waktu, maka perlu kita sadari terlebih dahulu beberapa tabiat waktu agar kita benar-benar dapat memahami esensi dari waktu tersebut, yakni: cepat berlalu; tidak mungkin kembali; harta termahal. Berdasarkan ini pula, maka muncul berbagai ungkapan bijak, seperti “alwaqtu ka as-saif” (waktu itu ibarat pedang/pisau). Sebuah pedang/pisau akan sangat berguna jika pandai memanfaatkannya, sebaliknya akan membahayakan bukan saja orang lain, tetapi juga diri sendiri, jika tidak pandai-pandai memanfaatkannya. Keinginan awal untuk mempermudah sesuatu sehingga bermanfaat bagi manusia, akan sia-sia dan bahkan merugikan jika salah mempergukannnya. Demikianlah pentingnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sehingga memberikan kemanfaatan baik bagi diri maupun orang lain.
Hadis-hadis Rasulullah Saw. juga banyak memperingatkan betapa pentingnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Misalnya ketika Nabi Saw. memperingatkan akan perlunya persiapan menghadapi waktu senggang, waktu muda, waktu kaya, waktu sehat, dan akhirnya selagi masih hidup, sehingga tidak menyesali ketika sudah sibuk, tua, miskin, sakit, dan bahkan sesudah mati. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa waktu adalah modal yang paling unik yang tidak mungkin dapat diganti dan tidak mungkin dapat disimpan tanpa digunakan, serta tidak mungkin mendapatkan waktu yang dibutuhkan meskipun dengan mengeluarkan biaya.
Mengelola waktu berarti menata diri dan merupakan salah satu tanda keunggulan dan kesuksesan. Oleh karena itu, bimbingan untuk mendalami masalah ini adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita semua, apapun jabatan dan profesi kita serta tidak memandang tinggi rendahnya kedudukan seseorang.
Penutup
Dengan demikian, marilah kita mulai mempelajari manajemen waktu, karena memang ajaran Islam menghendaki demikian, sehingga dengan mempunyai bekal pengetahuan tentang waktu, kita dapat terampil mengelolanya. Dengan keinginan yang kuat, maka kita akan dapat menjadikan sebuah kebiasaan dalam pemanfaatan waktu. Namun, sebelum kita mempelajari manajemen waktu lebih lanjut, maka kita harus menyadari urgensi dan nilai waktu dengan tulus. Apabila tanpa mengakui secara tulus kebutuhan untuk mengorganisir dan mengelola waktu, maka sama saja dengan menyia-nyiakan waktu. Sebab, apalah manfaat rambu-rambu jalan bagi orang yang tidak memiliki keinginan untuk melintasi jalan tersebut.
Perlu kita fahami bahwa, apabila seorang Muslim mampu mengelola waktu dengan baik, maka akan memperoleh optimalisasi dalam kehidupannya. Namun, apabila tidak mampu, maka seseorang tidak akan mampu mengelola sesuatu apapun karena waktu merupakan modal dasar bagi kehidupan seorang Muslim yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Yunus: 6). Wallahu a’lam.
DAFTAR BACAAN
Handoko, T. Hani. Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 1995.
Hasibuan, S. P. Malau. Manajemen Dasar: Pengertian dan Masalah. Bandung: Masagung, 1984.
http://www.mail-archive.com/ekonomi-nasional @yahoogroups.com/ msg06666.html/Merza Gamal
http://www.fatimah.org/artikel/manajemen.htm
http://www.republika.co.id/penadigital.com/http:/www.penadigital.com/Generated: 21 January, 2008, 13:18
http://209.85.175.104/search?q=cache:Tv21eXYxikAJ:www.penadigital.com/index2.php%3Foption%3Dcom_content%26do_pdf%3D1%26id%3D40+manajemen+islam&hl=en&ct=clnk&cd=6&gl=id
Irwin, Robert. Strategi Unggul Manajemen Kemanusiaan. Jakarta: Mitra Utama, 1996.
Julitiarsa, Djati & Suprihanto, Jhon. Manajemen Umum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: BPFE, 1988.
Kast, Fremont E. & Rosenzweig, James E. Organisasi dan Manajemen: Suatu Sistem dan Pendekatan Kontingensi (terj.) Mohammad Yasin. Jakarta: Bina Aksara, 1986.
Sarwoto. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, tt.
Shaleh, Abdul Rosyad. Manajemen Da’wah Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1995.
Sunyoto, Agus. Modul: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Badan Penerbit IPWI, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar